Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki.
Dari definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat
subyektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat
terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah campuran
bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi.1 Noise induced hearing loss
(NIHL) atau ketulian akibat bising adalah tuli sensorineural yang
terjadi sebagai hasil dari paparan kronik dari suara bising dalam jangka
waktu yang panjang. Hal ini sering ditemukan pada negara berkembang dan
negara industri. NIHL dimulai pada frekuensi yang tinggi (3000 to
6000 Hz) dan berkembang secara bertahap.
Pada penelitian yang dilakukan di Sidoarjo pada 50 orang pekerja di
pabrik baja menunjukan, dari 25 orang pekerja bagian mesin (25 orang),
84% diantaranya menderita NIHL. Selain itu terdapat perbedaan signifikan
pada korelasi antara NIHL dan lamanya waktu bekerja.2 Faktor yang dapat
mempengaruhi NIHL anatara lain usia, genetik, penyakit sistemik,
infeksi telinga tengah, obat ototoxic, kelelahan, dan merokok. Tidka ada
pengobatan atau pembedahan yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan
NIHL. Hal yang paling penting adalah mencegah NIHL dengan alat proteksi
dan mengurangi paparan dari kebisingan. Di Indonesia, merujuk pada surat
keputusan menteri No.SE 01/Men/ 1978, dinyatakan bahwa maksimal
intensitas kebisingan di tempat kerja adalah tidak lebih dari 85 dB.
Sebagai tambahan, waktu bekerja juga tidak boleh lebih dari 8 jam per
hari atau 40 jam per minggu dan bila tingkat kebisingan melebih 85 dB,
maka managemen perusahaan harus mengambil langkah untuk dengan
menggunakan sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff), dan
pelingdung kepala (helmet) atau dnegan mengurangi waktu bekerja. Hal
yang sering terjadi adalah pekerja sering kali menolak menggunakan hal
tersebut dan harga yang ditawarkan relatif mahal.2
Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan antara lain:3
1. Intensitas kebisingan
2. Frekwensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
Pembagian Bising3
Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi:
1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas
Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas
amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut.
Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup
mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar, dsb.
2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit
Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal
5000, 1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup
gas.
3. Bising terputus-putus
Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu
kebisingan tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada periode
relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu lintas,
kebisingan di lapangan terbang dll.
4. Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam
waktu sangat cepat dan biasanya me-ngejutkan pendengarnya. Contoh bising
impulsif misalnya suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll.
5. Bising impulsif berulang-ulang Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada mesin tempa.
Pengaruh Kebisingan Pada Pendengaran
Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa:1
1. Adaptasi
Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa
terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak
merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti
pada awal pemaparan.
2. Peningkatan ambang dengar sementara
Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan
akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan.
Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada
frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung lama maka kenaikan
nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi
sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar
perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap
kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing
individu.
3. Peningkatan ambang dengar menetap
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan,
terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak
ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan
ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20
tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun
setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa
pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan audiogram.
Pembagian Tuli akibat bising3
Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sbb:
a. Temporary Threshold Shift = Noise-induced Temporary Threshold Shift = auditory fatigue = TTS
o non-patologis
o bersifat sementara
o waktu pemulihan bervariasi
o reversible/bisa kembali normal
Penderita TTS ini bila diberi cukup istirahat, daya dengarnya akan pulih
sempurna. Untuk suara yang lebih besar dari 85 dB dibutuhkan waktu
bebas paparan atau istirahat 3-7 hari. Bila waktu istirahat tidak cukup
dan tenaga kerja kembali terpapar bising semula, dan keadaan ini
berlangsung terus menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap
hari-kemudian menjadi ketulian menetap. Untuk mendiagnosis TTS perlu
dilakukan dua kali audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja
terpapar bising. Sebelumnya tenaga kerja dijauhkan dari tempat bising
sekurangnya 14 jam.
b. Permanent Threshold Shift (PTS) = Tuli menetap
o patologis
o menetap
PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus. Ketulian ini
disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural. Penurunan daya dengar
terjadi perlahan dan bertahap sebagai berikut :
• Tahap 1 : timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenaga kerja mengeluh telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu kerja.
• Tahap 2 : keluhan telinga berbunyi secara intermiten, sedangkan
keluhan subjektif lainnya menghilang. Tahap ini berlangsung
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.
• Tahap 3 : tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi gangguan pendengaran
seperti tidak mendengar detak jam, tidak mendengar percakapan terutama
bila ada suara lain.
• Tahap 4 : gangguan pendengaran bertambah jelas dan mulai sulit
berkomunikasi. Pada tahap ini nilai ambang pendengaran menurun dan tidak
akan kembali ke nilai ambang semula meskipun diberi istirahat yang
cukup.
c. Tuli karena Trauma akustik
Perubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suara impulsif
dengan intensitas tinggi, seperti letusan, ledakan dan lainnya.
Diagnosis mudah dibuat karena penderita dapat mengatakan dengan tepat
terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya bersifat akut, tinitus, cepat
sembuh secara parsial atau komplit.
Patogenesis4
Pada percobaan dengan hewan yang dipaparkan kebisingan, ditemukan
perubahan anatomis yang dari distorsi stereocilia pada sel rambul luar
dan dalam hingga hilangnya organ korti dan rupturnya membran reissner.
Secara umum tidak ditemukan perubahan pada pembuluh darah, atau
ligamentum spiral. Beberapa menit setelah pajanan, edema dari stria
vascularis mucul dan menetap selama beberapa hari. Inflamasi dari
koklear juga menginisiasi respon trauma akustik dan rekruitmen dari
leukosit ke telinga bagian dalam.
Sel-sel rambut luar lebih rentan terhadap paparan bising daripada
sel-sel rambut dalam. Temporary Threshold Shifts secara anatomi
berkolerasi dengan penurunan kekakuan dari stereocilia dan sel rambut
luar. Stereocilia menjadi tidak teratur dan terkulai sehingga memberikan
respon yang buruk. Permanent Threshold Shifts juga berasosiasi dengan
stereosilia yang saling berdekatan dan hilangnya stereosilia. Pada
paparan yang lebih berat, lesi dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel
penyokong yang menyebabkan gangguan hingga rusaknya organ corti. Dengan
hilangnya stereocilia, sel rambut akan mati. Kematian dari sel sensorik
dapat memicu Degenerasi Wallerian dan kehilangan primer serat-serat
saraf pendengaran.
Terdapat dua teori yang terkait dengan mekanisme NIHL. NIHL yang berasal
dari paparan bising yang konstant merupakan akibat sekunder dari
akumulasi mikrotrauma. Pada sisi lain, TTS mungkin disebabkan karena
kelelahan metabolik yang menetap dan menyebabkan kematian sel. Konsep
dari auditory fatigue ini dapat menjelaskan fakta bahwa bising yang
terputus-putus lebih sedikit memicu gangguan pendengaran menetap
daripada bising yang bersifat kontinu pada intensitas level yang sama.
Fenomena apoptosis pada koklea telah ditemukan pada saat paparan bising
berlangsung. Sebuah sinyal kaskade Src-protein tyrosine kinase (PTK)
diduga menginisiasi apoptosis pada sel-sel sensorik di koklea. Kaskade
ini juga teraktivasi pada sel-sel rambut luar yang dipaparkan dengan
bising.
Pembuktian demi pembuktian telah mendukung kedua teori baik teori
kelalahan metabolik dan teori trauma mekanis. Studi eksperimental
menunjukan penurunan tekanan oksigen endolimfatik yang secraa langsung
berkaitan dengan durasi pajanan bising. Penurunan pada suksinat
dehidrogenase dan glikogen juga telah berhasil diobservasi.
Gen yang diasosikan dengan penderita NIHL adalah PCDH15 dan MYH14 namun, penurunannya secara genetik masih menjadi penelitian.
Hilangnya pendengaran karena pajanan kronik atau intermiten harus
dibedakan dengan trauma akustik. Trauma akustik memiliki patofisiologi
tersendiri yaitu robeknya membran dan gangguan fisik dari
dinding-dinding sel disertai pencampuran dari perimlimfe dan endolimfe.
Penelitian membuktikan penurunan suhu tubuh, peningkatan tekanan
oksigen, penurunan jumlah radikal bebas, dan penghilangan dari kelenjar
tiroid dapat menurunkan sensitivitas individu terhadap terjadinya NIHL.
Hipoksia memicu timbulnya kerusakan akibat bising.
Gambaran Klinis
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara
(speech discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi
tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi
konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau
deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya
bilateral. Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan
dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi.3
Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah:1,4
a. Bersifat sensorineural
b. Hampir selalu bilateral
c. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat. Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
d. Gangguan pendengaran tidak berlanjut setelah paparan bising dihentikan.
e. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi
4000 Hz. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi
3000, 4000 dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15
tahun. Selain pengaruh terhadap pendengaran, bising yang berlebihan
juga mempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap
komunikasi wicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu
stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.
f. Kebanyakan pasien turut mengalami tinnitus yang diasosiasikan baik
dnegan TTS dan PTS. Individu yang menyadari bunyi di telinga mereka
setelah paparan bising mungkin telah mengalami lesi pada sistem
auditori, minimal TTS. TTS yang berulang secara perlahan akan berujung
pada PTS. Tinitus setelah pajanan dan TTS merupakan sinyal peringatan
akan munculnya NIHL yang permanen.
Diagnosis5
• Anamnesis
Riwayat penah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun.
• Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan tes
penala didapatkan hasil Rinne positip, Weber lateralisasi ke telinga
yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis
ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua
telinga.
• Pemeriksaan audiologik.
Pemeriksaan audiometric nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekwensi tinggi (umumnya 3000 – 6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz
sering terdapat takik (notc) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.
Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short Increment Sensitivity
Index ), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance ) dan Speech
Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen (recruitment) yang khas
untuk tuli saraf koklea.
Pencegahan6
Berdasarkan penelitian dari National Instute of deafness and Other
Communication Diseases (NIDCD), pajanan bising dapat memicu pembentukan
dari molekul-molekul dekstruktif yakni radikal bebas yang dapat
menyebabkan sel rambut mati. Penelitin kemudia melanjutkan bahwa
antioksidan dapat mencegah NIHL hanya jika diminum sebelum pajanan
diberikan. Namun studi saat ini, antioksidan dalam salisilat (aspirin)
dan Trolox (vitamin E) yang diberikan kepada babi selama 3 hari setelah
pajanan bising masih menunjukan hasil yang signifikan pada pengurangan
terjadinya NIHL.
0 komentar:
Post a Comment