ERITROPOIESIS
Setiap orang memproduksi sekitar 1012
eritrosit baru setiap hari melalui
proses eritropiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropiesis berjalan
dari sel induk melalui sel progenitor CFUGEMM (Colony-forming unit granulocyte, erythroid, monocyte and megakaryocyte/unit
pembentuk koloni granulosit, eritroid, monosit, dan megakariosit), BFUE
(burst-forming unit erythroid/unir
pembentuk letusan eritroid), dan CFU eritroid (CFUE) menjadi prekursor
eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu
pronormoblas.
Pronormoblas adalah
sel besar dengan
sitoplasma biru tua, inti di tengah dan nukleoli, serta kromatin yang sedikit
menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui
sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung hemoglobin yang makin
banyak (berwarna merah muda) dalam sitoplasma; warna sitoplasma makin biru
pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan apparatus yang mensintesis protein,
sedangkan kromatin inti menjadi makin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut di dalam sumsum tulang
dan menghasilkan stadium retikulosit yang
masih mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin. Sel
ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam
sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi
matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya.
Eritrosit matur berwarna merah muda
seluruhnya, dan berbentuk cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel
darah merah berinti (normoblas) tampak dalam darah bila eritropoiesis terjadi
di luar sumsum tulang (eritropiesis ektramedular) dan juga terdapat pada
beberapa penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam darah tepi
manusia.
ERITROPOIETIN
Eritropiesis diatur oleh hormon eritropoietin.
Normalnya, 90% hormon ini dihasilkan di sel interstisial peritubular ginjal dan
10%-nya di hati dan tempat lain. Tidak ada cadangan yang sudah dibentuk
sebelumnya, dan stimulus untuk pembentukan eritropietin adalah tekanan O2 dalam
jaringan ginjal. Karena itu, produksi eritropoietin meningkat pada anemia.
Penyebab metabolik atau struktural juga dapat membuat hemoglobin tidak dapat melepaskan O2
secara normal, karena O2 rendah atau gangguan fungsi jantung atau
paru atau kerusakan sirkulasi ginjal mempengaruhi pengiriman O2 ke
ginjal.
Eritropietin merangsang eritropiesis
dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. BFUE dan CFUE lanjut yang mempunyai
reseptor eritropoietin terangsang untuk berproliferasi, berdiferensiasi, dan
menghasilkan hemoglobin. Proporsi sel eritroid dalam sumsum tulang meningkat
dan dalam keadaan kronik, terdapat ekspansi eritropoiesis secara anatomik ke
dalam sumsum berlemak, dan kadang-kadang ke lokasi ekstramedular. Pada bayi,
rongga sumsum tulang dapat meluas ke tulang kortikal sehingga menyebakan
deformitas tulang dengan penonjolan tulang frontal dan protrusi maksila.
Sebaliknya peningkatan pasokan O2
ke jaringan (akibat peningkatan masaa sel darah merah atau karena hemoglobin
dapat lebih mudah melepaskan O2 dibandingkan normalnya) menurunkan
dorongan eritropoietin. Kadar eritropoietin plasma dapat bermanfaat dalam
penegakan diagnosis klinis. Kadar eritropoietin tinggi apabila terdapat tumor
yang mensekresi eritropoietin, sehingga menyebabkan terjadinya polisitemia.
Akan tetapi, kadar eritropoietin rendah pada penyakit ginjal berat atau
polisitemia rubra vera.
HEMOGLOBIN
Fungsi utama eritrosit adalah membawa O2
ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida dari jaringan ke paru. Untuk
mencapai pertukaran gas ini, eritrosit mengandung protein khusus, yaitu
hemoglobin. Tiap eritrosit mengandung skeitar 640 juta molekul hemoglobin. Tiap
molekul hemoglobin (Hb) A pada orang dewasa normal (hemoglobin yang dominan
dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri atas empat rantai polipeptida α2β2,
masing-masing dengan gugus hemenya sendiri. Berat molekul HbA adalah 68.000.
Darah orang dewasa normal juga mngandung dua hemoglobin lain dalam jumlah
kecil, yaitu HbF dan HbA2. Keduanya juga mengandung rantai α, tetapi
secara berturutan, dengan rantai γ dan δ, selain rantai β. Selengkapnya dalam
tabel berikut.
Tabel 1. Hemoglobin normal pada darah
orang dewasa
HbA
|
HbF
|
HbA2
|
|
Struktur
|
α2β2
|
α2γ2
|
α2δ2
|
Normal (%)
|
96-98
|
0,5-0,8
|
1,5-3,2
|
Sintesis heme terutama terjadi di
mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan
kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat
membatasi kecepatan reaksi, yaitu asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase.
Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah suatu koenzim untuk reaksi ini, yang
dirangsang oleh eritropoietin. Akhirnya, protoporfirin bergabung dengan besi
dalam bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme, masing-masing
molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom.
Suatu tetramer yang terdiri dari empat rantai globin masing-masing dengan gugus
hemenya sendiri dalam suatu kantung, kemudian dibentuk untuk menyusun satu
molekul hemoglobin.
Fungsi Hemoglobin
Eritrosit dalam darah arteri sistemik
mengangkut O2 dari paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan
membawa karbondioksida ke paru. Pada saat molekul hemoglobin mengangkut dan
melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul hemoglobin
bergerak pada satu sama lain. Kontak α1β1 dan α2β2
menstabilkan molekul tersebut. Rantai β bergeser pada kontak α1β2
dan α2β1 selama oksigenasi dan
deoksigenasi. Pada waktu oksigen dilepaskan, rantai-rantai β ditarik terpisah
sehingga memungkinkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang
menyebabkan makin rendahnya afinitas molekul hemoglobin terhadap oksigen.
Secara normal in vivo, pertukaran oksigen
berjalan antara saturasi 95% (darah arteri) dengan tekanan oksigen arteri
rata-rata sebesar 95 mmHg dan saturasi 70% (darah vena) dengan tekanan oksigen
vena rata-rata sebesar 40 mmHg.
ERITROSIT
Untuk mengangkut hemoglobin agar
berkontak erat dengan jaringan dan agar pertukaran gas berhasil, eritrosit yang
berdiameter 8 um harus dapat secara berulang melalui mikrosirkulasi yang
diameter minimumnya 3,5 um, untuk mempertahankan hemoglobin dalam keadaan tereduksi
(ferro) dan untuk mempertahankan keseimbangan osmotik walaupun konsentrasi
protein (hemoglobin) tinggi di dalam sel. Perjalanan secara keseluruhan selama
masa hidupnya yang 120 hari diperkirakan sepanjang 480 km. Untuk memenuhi
fungsi ini, eritrosit berbentuk cakram bikonkaf yang fleksibel dengan kemampuan
menghasilkan energi sebagai ATP dan menghasilkan kekuatan pereduksi sebagai
NADH dan NADPH.
Membran Eritrosit
Membran eritrosit terdiri atas lipid dua
lapis (lipid bilayer), protein membran
integral, dan suatu rangka membran. Sekitar 50% membran adalah protein, 40%
lemak, dan 10% karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada permukaan luar
sedangkan protein dapat di perifer atau integral, menembus lipid dua lapis.
Rangka membran terbentuk oleh protein-protein
struktural yang mencakup spektrin α dan β, ankirin, protein 4.1 dan aktin.
Protein-protein tersebut membentuk jaring horizontal pada sisi dalam membran
eritrosit dan penting untuk mempertahanakan bentuk bikonkaf. Spektrin adalah
protein yang terbanyak, terdiri atas dua rantai (α dan β) yang saling
mengelilingi untuk membentuk heterodimer, kemudian berkumpul sendiri dengan
posisi kepala-kepala membentuk tetramer. Tetramer ini terkait pada aktin di
sisi ekornya dan melekat pada protein band
4.1. Pada sisi kepala, rantai spektrin β melekat pada ankirin yang berhubungan
dengan band 3, protein transmembran yang
bekerja sebagai saluran anion. Protein 4.2. memperkuat interaksi ini.
Defek protein-protein tersebut dapat menjelaskan
terjadinya beberapa kelaianan bentuk eritrosit, misalnya sferositosis dan
eliptositosis herediter, sedangkan perubahan komposisi lipid akibat kelainan kongenital
atau didapat dalam kolesterol atau fosfolipid plasma dapat disertai dengan
kelainan membran yang lain. Contohnya, peningkatan kadar kolesterol dan
fosfolipid telah diperkirakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sel
target.
Destruksi Eritrosit
- Intravaskular
destruksi
Jika membran eritrosit rusak di sirkulasi, maka sel darah
merah tersebut akan dihancurkan. Mekanisme kematian eritrosit seperti ini,
biasanya, terjadi dalam frekuensi yang rendah dan mungkin menjadi mekanisme
destruksi yang dominan pada beberapa gangguan hemolitik (ABO-incompatible transfusions dan paroxysmal nocturnal
hemoglobinuria) dimana kompleks komplemen membuat lubang pada membran
eritrosit, serta pada cardiac valve
hemolysis dan microangiopathic
hemolytic anemia dimana shear stress
mungkin menjadi sangat kuat sehingga dapat membuka membran eritrosit.
- Destruksi
ekstravaskular
Mayoritas eritrosit didestruksi dengan dimakan oleh
makrofag. Maka jelas bahwa harus terdapat sinyal yang mengatur makrofag untuk
membedakan eritrosit normal yang lebih muda dengan eritrosit yang rusak atau
sudah tua. Sinyal tersebut terdiri dari penurunan deformabilitas dan atau
gangguan beberapa komponen permukaan eritrosit.
Penurunan deformabilitas terjadi bila eritrosit tidak lagi
bersirkulasi dalam bentuk cakram bikonkaf, dapat terjadi karena gangguan
viskositas cairan yang mengandung hemoglobin di dalam sel, atau karena penyebab
lain. Permukaan membran eritrosit dapat terganggu dengan adanya ikatan antibodi
dengan antigen permukaan, ikatan dengan komponen komplemen, dan dengan gangguan
kimia, biasanya oksidasi dari komponen membran.
Eritrosit yang telah ditelan oleh sel fagosit terdegradasi
oleh lisosom menjadi lipid, protein, dan heme. Protein dan lipid akan diproses
ulang pada jalur katabolic, sedangkan heme akan dibelah oleh microsomal heme oxygenase menjadi besi
dan biliverdin. Biliverdin kemudian dikatabolisme menjadi bilirubin. Bilirubin
tersebut kemudian diekskresikan melalui empedu ke dalam traktus
gastrointestinal dimana zat tersebut kemudian dikonversi menjadi urobilinogen
oleh reduksi bakteri. Fraksi kecil dari urobilinogen direabsorpsi dan
diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu, urobilinogen pada feces dan urin
digunakan sebagai salah satu indikator laju hemolisis.
0 komentar:
Post a Comment