Pendekatan Klinis Syok,Gejala & Mekanisme Syok
Syok adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang
tidak adekuat. Hipoperfusi menimbulkan ketidakseimbangan antara kebutuhan serta
distribusi oksigen dan substrat yang mengakibatkan disfungsi selular. Jejas
selular yang diciptakan oleh distribusi oksigen dan substrat yang tidak adekuat
tersebut, juga menginduksi produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang akan
berkompromi lebih jauh dengan perfusi melalui perubahan fungsi dan struktur
mikrovaskular. Hal tersebut menciptakan lingkatan setan dimana gangguan perfusi
bertanggungjawab terhadap jejas selular, yang menyebabkan maldistribusi aliran
darah, kompromi lebih jauh perfusi selular. Hal yang terakhir disebutkan menyebabkan
kegagalan berbagai organ dan jika lingkaran setan tersebut tidak diinterupsi,
dapat berujung pada kematian. Sebagian manifestasi klinis syok adalah hasil
dari respon neuroendokrin otonom terhadap hipoperfusi dan juga malfungsi organ yang
diinduksi oleh disfungsi selular yang parah (gambar 264-1)1
Syok klinis
biasanya disertai dengan hipotensi, contohnya mean arterial pressure (MAP) <60 mmHg pada orang yang sebelumnya
normotensif.
Patofisiologi Syok Secara Umum
Mikrosirkulasi1,2
Ketika curah
jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan
tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak
melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi, tapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpang cadangan
energi. Keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi,
tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika MAP jatuh hingga < 60 mmHg,
maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan
terganggu.
Otot polos vaskular
arteriol memiliki reseptor adrenergik α dan β. Reseptor α1 memediasi
vasokontriksi, sementara reseptor β2 memediasi vasodilatasi. Serat
simpatis eferen melepaskan norepinefrin, yang terutama bekerja pada reseptor α1
sebagai salah satu respon kompensasi paling fundamental pada penurunan tekanan
perfusi. Substansi konstriktor lain yang juga meningkat jumlahnya pada
mayoritas bentuk syok termasuk angiotensi II, vasopressin, endothelin 1, dan
tromboksan A2. Baik norepinefrin dan epinefrin dilepaskan oleh
medulla adrenal, dan konsentrasi katekolamin tersebut pada aliran darah
meningkat. Vasodilator yang bersirkulasi pada syok termasuk prostasiklin
(prostaglandin I2, nitrat oksida (NO), dan yang juga penting adalah
produk metabolisme lokal seperti adenosin. Keseimbangan antara berbagai jenis
vasokontriktor dan vasodilator mempengaruhi perubahan mikrosirkulasi yang menentukan
perfusi setempat.
Respon selular1
Transport nutrien intersisial terganggu
pada syok, mengakibatkan penurunan penyimpanan intraselular fosfat
tinggi-energi. Disfungsi mitokondria dan uncoupling
(pelepasan) fosforilasi oksidatif adalah penyebab yang paling mungkin dari
penurunan jumlah ATP. Sebagai konsekuensinya, terdapat akumulasi ion hidrogen,
laktat, dan produk metabolisme anaerob lain. Seiring dengan syok yang
berlanjut, metabolis vasodilator tersebut meningkatkan tonus vasomotor,
menyebabkan hipotensi dan hipoperfusi yang lebih parah. Potensial transmembran
selular menurun, dan terdapat asosiasi peningkatan pada sodium dan air
intraselular, menyebabkan pembengkakan sel, dimana menganggu perfusi
mikrovaskular. Juga terdapat peningkatan apoptosis sel yang acak tetapi
selektif, yang berkontribusi pada kerusakan organ dan imun.
Neuroendokrin1
Hipovolemia,
hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor, yang
berkontribusi pada respon otonom untuk mengembalikan volume darah,
mempertahankan perfusi sentral, dan mobilisasi substrat metabolik. Hipotensi tidak
menghambat pusat vasomotor, mengakibatkan peningkatan pengeluaran adrenergik
dan menurunkan aktivitas vagal. Pelepasan norepinefrin dari neuron adrenergik
menimbulkan vasokonstriksi perifer dan splanknik, kontributor utama dalam
mempertahankan perfusi organ sentral, sementara penurunan aktivitas vagal
meningkatkan denyut jantung dan cardiac
output. Efek dari sirkulasi epinefrin yang dikeluarkan oleh medula adrenal
pada syok mayoritas metabolik, menyebabkan peningkatan glukogenolisis, dan
glukoneogrenesis, dan menurunkan pelepasan insulis pankreas. Epinefrin juga menghambat
produksi dan pelepasan mediator inflamasi lewat stimulasi reseptor beta adrenergik
sel imun innate.
Kardiovaskular2
Tiga
variable seperti pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup.
Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume
sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian
ventrikel yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan
frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatsan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal2
Akibat
aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di
dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan
metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
Ginjal2
Gagal
ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi. Frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang
banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok,
sepsis, dan pemberian obat yang nefrotoksis seperti aminoglikosida dan media
kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan
mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus
yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopressin bertanggung jawab terhadap
menurunnya produksi urin.
Respon inflamasi1
Aktivasi
jaringan yang luas dari sistem mediator proinflamasi memainkan peran signifikan
pada progresi syok dan terutama berkontribusi pada perkembangan terjadinya
kegagalan organ. Pada fase akut, terdapat respon counterregulatory endogen yang terlambat untuk ‘mematikan’ respon
proinflamasi yang berlebihan. Jika keseimbangan dapat tercapai, pasien menjadi
baik. Jika respon imunosupresif terlalu berlebihan, risiko pasien menjadi lebih
besar untuk terkena infeksi nosokomial sekunder, yang dapat memicu respon
inflamasi kembali dan berujung pada kegagalan berbagai organ.
Bermacam
mediator humoral teraktivasi selama syok dan kerusakan jaringan. Kaskade
komplemen, teraktivasi melewati baik jalur klasik dan alternatif, memicu anafilatoksin
C3a dan C5a. Fiksasi langsung komplemen pada jaringan yang rusak dapat
menyebabkan terjadinya C5-C9 attack
complex, mengakibatkan kerusakan sel yang lebih jauh. Aktivasi kaskade
koagulasi, menyebabkan thrombosis mikrovaskular, dengan subsekuen fibrinolisis
yang berujung pada episode berulang iskemi dan reperfusi. Komponen sistem
koagulasi, seperti thrombin, adalah mediator proinflamasi yang poten yang
menyebabkan ekspresi molekul adesi pada sel endotel dan aktivasi netrofil,
mengakibatkan kerusakan mikrovaskular. Koagulasi juga mengaktivasi kaskade
kallikrein-kininogen, berkontribusi pada hipotensi.
Syok Hipovolemik1,2
Syok
hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang masif
atau kehilangan plasma darah.
Tabel. Penyebab Syok Hipovolemik
|
Perdarahan
Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah
Perdarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
Kehilangan plasma
Luka bakar luas
Pancreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
Kehilangan cairan
ekstraselular
Muntah
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretic yang snagat agresif
Dia bêtes insipisud
Insufisiensi adrenal
|
Gejala dan
tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat nonperdarahan serta
perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya
syok. Respons fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak
dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif.
Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena
yang kolaps, pelepasan hormone stres serta ekspansi besar guna pengisian volume
pembuluh darah dengan menggunakan cairan intersisisal, intraselular dan
menurunkan produksi urin.
Hipovolemia
ringan menimbulkan takikardia ringan dengan sedikit gejala yang tampak,
terutama pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada hipovolemia sedang,
pasien menjadi lebih cemas dan takikardia lebih jelas, meski tekanan darah bisa
ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas
hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala klasik
syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tak stabil walau posisi
berbarng, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi, atau bingung.
Perfusi ke
susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat.
Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik
ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada
pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat di mana kematian mengancam.
Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka
dengan resusitasi agresif dan cepat.
Syok
hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan. Diagnosis akan sulit bila
perdarahan tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam tratus gastrointestinal
atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma dalam darah. Setelah perdarahan maka
biasanya hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun sampai terjadi gangguan
kompensasi atau terjadi penggantian cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di
awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya perdarahan. Kehilangan plasma
ditandai dengan hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan
kecurigaan adanya hipovolemia. Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan
akibat kardiogenik karena penatalaksanaan yang berbeda. Keduanya memang
memiliki penurunan curah jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi
dengan menemukan adanya tanda syok kardiogenik seperti distensi vena jugularis,
ronki, dan gallop S3 maka semua dapat dibedakan.
Syok Kardiogenik3
Syok
kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat dengan
infark miokard akut. Terapi reperfusi segera untuk kasus infark miokard akut
menurunkan insidens syok kardiogenik tersebut. Syok kardiogenik pada infark
miokard kebanyakan terjadi pada infark miokard dengan elevasi segmen ST
dibandingkan dengan yang tanpa disertai elevasi segmen ST. Gagal ventrikel kiri
terjadi pada hampir 80% dari syok kardiogenik akibat infarks miokard akut.
Sedangkan sisanya adalah akibat regurgitasi mitral berat yang akut, ruptur
septum ventrikular, gagal jantung kanan predominan dan ruptur dinding atau
tamponade.
Syok
kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik
pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia
jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi
dapat pula terjadi pada keadaan di mana fungsi ventrikel kiri cukup baik.
Hipotensi
sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cutoff untuk tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah
<90 mmHg. Dengan menurunannya tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar
katekolamin yang mengakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi
klinis dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi sistemik mencakup perubahan
status mental, kulit dingin, dan oliguria.
Syok
kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90 mmHg selama
> 1 jam dimana:
-
Tak respon dengan pemberian cairan saja
-
Sekunder terhadap disfungsi jantung
-
Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi
atau indeks kardiak <2,2 L/menit per m2 dan tekanan baji kapiler paru
>18mmHg.
Paradigma
lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi
kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah
jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner dan selanjutnya terjadi
penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa
vasokontriksi sitemik berkompensasi dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik
yang terjadi sebagai respon dari penurunan curah jantung.
0 komentar:
Post a Comment