Kandidiasis Vulvovaginalis


Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) merupakan penyebab terbanyak kedua infeksi genitalia pada wanita yang sering menimbulkan keluhan atau perasaan tidak nyaman di Amerika Utara. Problem ini dapat dialami oleh wanita di seluruh dunia, terutama di daerah yang beriklim tropis. Diperkirakan lebih dari 75% wanita di sini akan mengalami sedikitnya satu kali episode vaginitis yang disebabkan oleh kandida, 40-45% mengalami dua atau lebih episode KVV bahkan sebagian kecil dari wanita yang mengalami infeksi KVV ini (< 5%) akan mengalami rekurensi yang akhirnya dapat mengurangi kualitas hidupnya.5
Kandidiasis vulvovaginal (KVV)
tidak digolongkan dalam infeksi menular seksual karena jamur Candida merupakan organisme komensal pada traktus genitalia dan intestinal wanita. Selain itu, pada kenyataannya KVV juga ditemukan pada wanita yang hidup selibat (biarawati). Akan tetapi, kejadian KVV dapat dikaitkan dengan aktivitas seksual. Frekuensi KVV meningkat sejak wanita yang bersangkutan mulai melakukan aktivitas seksual.5
Definisi5
Kandidiasis vulvovaginalis atau kandidosis vulvovaginalis atau kandida vulvovaginitis adalah
infeksi vagina dan atau vulva oleh genus candida, dengan berbagai manifestasi klinisnya yang bisa berlangsung akut, kronis atau episodik. Kandidosis vulvovaginalis rekuren adalah infeksi vagina dan atau vulva yang berulang, yang disebabkan oleh organisme yang sama minimal 4 atau lebih episode simtomatik dalam setahun.
Etiologi5
Sebagian besar penyebab KVV adalah Candida albicans. Antara 85-90% ragi yang berhasil diisolasi dari vagina adalah spesies C.albicans sedangkan penyebab yang lainnya dari jenis Candida glabrata (torulopsis glabrata). Spesies selain C.albicans yang menyebabkan KVV sering lebih resisten terhadap terapi konvensionalSaat ini jenis kandida yang sering ditemukan adalah Candica albicans, c. glabrata, c. tropicalisda dan c. parapsilosis. 80-90% dari jamur yang diisolasi dari vagina adalah c. albicans, selanjutnya c. glabrata (10%) dan c. tropicalis (5-10%).
Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang ditemukan pada manusia, C.albicans-lah yang paling pathogen. Candida sp memperbanyak diri dengan membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling bersambung dan bertambah panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif daripada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga lebih sulit difagositosis oleh makrofag. Selain itu,pseudohifa mempunyai titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.
Faktor virulensi lain pada Candida adalah dinding sel. Dinding sel Candida sp mengandung turunan mannoprotein yang bersifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu, dan proteinase aspartil yang menyebabkan Candida sp dapat melakukan penetrasi ke lapisan mukosa.
Dalam menghadapi invasi dari Candida, tubuh mengerahkan sel fagosit untuk mengeliminasinya. Interferon (IFN)-gamma akan memblok proses transformasi dari bentuk spora menjadi hifa. Maka bisa disimpulkan, pada seorang wanita dengan defek imunitas humoral, Candida lebih mudah membentuk diri menjadi hifa yang lebih virulen dan mudah menimbulkan vaginitis.
Candida adalah organisme yang dimorfik yaitu bisa ditemukan dalam 2 fase fenotipe yang berbeda di dalam tubuh manusia. Pada umumnya blastospora(blastokonidia) adalah bentuk fenotipe yang bertanggung jawab terhadap penyebaran atau transimisinya termasuk ketika menyebar mengikuti aliran darah maupun ketika dalam bentuk kolonisasi asimtomatik di vagina. Sebaliknya ragi yang sedang bertunas dan membentuk miselia adalah bentuk invasif terhadap jaringan serta sering teridentifikasi pada kondisi yang simtomatik.
Epidemiologi5,6
Kurang lebih 20% candida spp dapat diisolasi dari traktus genitalis wanita usias ubur yang asimtomatik. Proses terjadinya kolonisasi yang asimtomatik pada traktus genitalis wanita tidak diketahui. Berbagai macam faktor dianggap dapat mempengaruhi meningkatnya prevalensi kolonisasi candida spp yang asimtomatik maupun simtomatik.
Faktor predisposisi :
a.        Kehamilan : selama kehamilan vagina menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi Candida spp. Sehingga prevalensi kolonisasi vagina dan vaginitis simtomatik meningkat, khususnya dalam trimester ketiga. Diduga estrogen meningkatkan perlekatan Candida spp. pada sel epitel vagina dan secara langsung meningkatkan virulensi ragi
b.       Kontrasepsi oral : khususnya pada kadar estrogen tinggi.
c.        Diabetes mellitus : frekuensi kolonisasi lebih tinggi (merupakan faktor predeposisi bila tidak dikontrol).
d.       Antibiotika : timbulnya VVC simptomatik sering terjadi selama pemakaian antibiotika oral sistemik khususnya dengan spektrum lebar seperti tetrasiklim, ampisilin dan sefalosporin karena eliminasi flora bakteri vagina yang bersifat protektif seperti laktobasilus.
e.       Lainnya: pakaian yang ketat rapat dengan celana dalam nilon meningkatkan kelembaban dan suhu daerah perineal sehingga insiden VVC meningkat. Pada wanita dengan HIV seropositif sering ditemukan KVV yang simtomatik.Prevalensi ini berhubungan dengan status imunologi dari penjamu. Bagi penderita HIVpositif KVV lebih sering relaps dan cenderung ditemukan candida glabrata
Gambaran Klinis5
Keluhan yang paling sering pada KVV adalah rasa gatal pada daerah vulva dan adanya duh tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu yang disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah dan tidak berbau. Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Keluhan klasik yang lainnya adalah rasa kering pada liang vagina, rasa terbakar pada vulva, dispareunia dan disuria. Jadi sebenarnya, tidak ada keluhan yang benar-benar spesifik untuk KVV.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan vulva, juga dapat ditemukan lesi papulo pustular di sekitarnya. Servik tampak normal sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan. Bila ditemukan keluhan dan tanda-tanda vaginitis serta pH vagina < 4,5, dapat diduga adanya infeksi kandida, sedangkan bila pH vagina > 5 kemungkinan adalah vaginitis karena bakterial vaginosis, trikhomonas vaginitis atau ada infeksi campuran.
Diagnosis5
Diagnosis klinis KVV dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina. Biakan jamur dari cairan vagina mempunyai nilai konfirmasi terhadap basil pemeriksaan mikroskopik yang negatif (false negative cases) yang sering ditemukan pada KVV kronik dan untuk mengidentifikasi spesies non-candida albicans. Sejak spesies ini sering ditemukan pada sejumlah KVV kronik dan sering timbul resistensi terhadap flukonazol maka identifikasi jamur dengan kultur menjadi lebih penting.
Biakan jamur mempunyai nilai kepekaan yang tinggi sampai 90% sedangkan pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% kepekaannya hanya 40%. Swab sebaiknya diambil dari sekret vagina dan dari dinding lateral vagina. Pemeriksaan gram tidak terlalu sensitif tetapi bisa sangat menolong untuk pemeriksaan yang cepat. Pseudohifa ragi dan miselia memberi reaksi gram positif. Akan tetapi pemeriksaan gram dan KOH yang negatif tidaklah menyingkirkan kemungkinan KVV dan perlu dikonfirmasi dengan kultur.
Kultur dilakukan pada media sabouraud dextrose agar (SDA) dengan antibiotika, candida spp tidak terpengaruh oleh sikloheksimid yang ditambahkan pada media selektif jamur patogen, kecuali beberapa galur c. tropicalis, c. krusei dan c. parapsilosis yang tidak tumbuh karena sensitif terhadap sikloheksimid. Kultur tumbuh dalam waktu24-72 jam. Nickerson polisysaccharide trypan blue (Nickerson-Manskowski agar) atau Cornmeal agar dengan Tween 80, pada suhu 250C digunakan untuk menumbuhkan klamidokonidia, yang umumnya hanya ada pada c. albicans. Tumbuh dalam waktu 3 hari.
Identifikasi c. albicans dapat dengan melihat fenomena Reynolds-Braude, yaitu memasukkan jamur yang tumbuh pada kultur ke dalam serum/koloid (albumin telur) dan diinkubasi selama 2 jam, dengan suhu 370C. Di bawah mikroskop akan tampakgermtube (bentuk seperti kecambah) yang khas pada c. albicans.
Terapi5
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal maupun oral sistemik untuk terapi KVV akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi.
Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk,misalnya krim, lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk penderita. Untuk peradangan pada vulva yang ekstensi mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim.

0 komentar:

Post a Comment