Trikomoniasis


Infeksi menular seksual (IMS) menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup pelik di beberapa wilayah dunia. Data dari seluruh dunia melaporkan, IMS yang paling 'populer' adalah Trikomoniasis,Chlamydia genital, HumanPapiloma VirusGonore, danHerpes Genital. Prevalensi IMS pada wanita di negara berkembang jauh lebih tinggi daripada di negara maju. Sebagai contoh, infeksi gonore 10-15 kali, chlamydia 2-3 kali, dan sifilis 10-100 kali lebih banyak.1
Masih sedikit didapatkan prevalensi IMS di Indonesia. Yayasan Kusuma Buana melaporkan, prevalensi IMS yang secara 'tidak sengaja' ditemukan pada pemeriksaan Pap Smear pada 6666 wanita usia 25-45 tahun dari 6 klinik di Jakarta mencapai 29%. Adapun penelitian lain di sebuah klinik di Bali pada tahun 1987-1988 menemukan bahwa dari 695 wanita yang mengalami abortus, 53%nya diketahui menderita infeksi saluran reproduksi dan IMS; 16,3% diantaranya adalah vaginosis bakterial, 15,5% kandidiasis, 7,3% trikomoniasis, dan 5,2% chlamydia.1
Lebih lanjut mengenai trikomoniasis, baru-baru ini Journal of Infectious Disease edisi Maret 2007 melaporkan wanita dengan infeksi trikomoniasis berisiko
50% lebih tinggi mengalami infeksi HIV daripada wanita yang tidak menderita trikomoniasis.Penelitian yang dipimpin oleh R. Scott McClelland ini menemukan sebanyak 806 kasus infeksi T.vaginalis dan 265 diantaranya menjadi terinfeksi HIV dari 1335 wanita pekerja seks di Mombasa, Kenya yang sebelumnya HIV-negatif.1
Siklus Hidup1,2
Trikomoniasis adalah infeksi saluran genitalia yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalisT. vaginalis adalah protozoa patogen yang terdapat pada saluran kemih dan kelamin manusia, menetap di traktus genitalia bawah perempuan serta uretra dan prostat pria. Penularan penyakit ini terutama melalui hubungan seksual dan menyebabkan vaginitis pada wanita dan uretritis nongonokokus pada pria.
Trichomonad adalah organisme eukariotik berflagel, termasuk ordo Trichomonadida. Sebagian besar trichomonad adalah organisme komensal yang terdapat pada saluran usus mamalia dan burung. Tiga diantaranya ditemukan pada manusia yaitu T.vaginalis yang merupakan parasit pada saluran kemih dan kelamin, sedangkan T.venax dan Pentatrichomonas hominis termasuk trichomonad non patogen yang ditemukan pada rongga mulut dan usus besar. Trichomonad tidak memiliki mitokondria, 28S ribosom, dan kemampuan untuk melakukan glikolisis.
T.vaginalis berbentuk oval atau fusiform (pir/pear-shaped) dengan panjang rata-rata 15 mm (seukuran sebuah leukosit). Organism ini bergerak aktif dan bereplikasi dengan pembelahan biner. Ia akan hidup optimal pada lingkungan lembab dengan suhu 35-37oC dan pH 4,9-7,5. Kadar pH menjadi faktor penting dalam pertumbuhan T. vaginalis. Kadar pH pada vagina yang sudah terinfeksi akan menjadi basa yaitu 5,5-6.
Patofisiologi1,3
T. vaginalisbentuk tropozoit melekat ke mukosa, menginfeksi sel epitel vagina sehingga terjadi proses kematian sel pejamu (host-cell death) dan menyebabkan lesi superficial. Komponen yang berperan dalam proses kematian sel tersebut adalah mikrofilamen dari T. vaginalis. Selama proses invasi, T.vaginalis tidak hanya merusak sel epitel namun eritrosit. Eritrosit mengandung kolesterol esensial dan asam lemak yang diperlukan bagi pembentukan membran tricho­monad. Baik sel epitel maupun eritrosit juga merupakan sumber zat besi.
Proses pengikatan dan pengenalan trichomonad dengan sel epitel pejamu melibatkan minimal 4 protein permukaan spesifik T.vaginalis, yang dikenal dengan sistein proteinase. Setelah proses peng­ikatan, akan timbul reaksi kaskade yang mengakibatkan sitotoksisitas dan hemolisis pada sel. Pada perempuan, infeksi T. vaginalis sering berkaitan dengan hilangnya basil doderlein penghasil asam.
Gejala Klinis1
Sebanyak 10-50% wanita asimtomatik. Gejala yang paling banyak dikeluhkan wanita adalah duh vagina yang berwarna kuning kehijauan dan berbau. Perdarahan dari vagina yang abnormal, seperti perdarahan pasca sanggama, biasanya terjadi pada kasus servisitis. Gejala lain dapat berupa vagina eritem, vulva eritem dan gatal, serta colpitis macularis atau strawberry cervix (perdarahan kecil-kecil/punctata disertai ulserasi pada serviks). Gambaran colpitis macularis dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi lebih sensitif melalui kolposkopi. Sekitar 12% wanita mengeluh nyeri daerah perut yang biasanya dikarenakan vaginitis, limfadenopati regional, endometritis atau salpingitis akibat infeksi lanjut dari T. vaginalis. Pada wanita hamil, risiko infeksi meningkat sehingga memicu ketuban pecah dini dan kelahiran prematur.
Sementara itu, gejala pada pria biasanya lebih ringan karena diduga terdapat faktor imun spesifik atau non-spesifik yang bersifat antitrichomonad seperti kandungan zinc pada cairan prostat. Bahkan, 15-50% pria asimtomatik. Gejala dapat berupa duh penis, disuri, dan ulserasi penis. Gejala yang terakhir jarang terjadi. Beberapa penelitian juga menemukan kasus balanopostitis, striktur uretra, epididimitis, dan infertilitas. Terjadinya infertilitas diduga karena T. vaginalis menyebabkan kelainan pada morfologi dan motilitas sperma, serta kekentalan semen. Kolonisasi uretra dapat menyebabkan disuria dan polakisuria. 
Pemeriksaan1
Pemeriksaan trichomonad motil, adalah dengan melalui spekulum, sampel duh vagina(urin sewaktu pada pria) diambil dengan swab kapas atau kawat lingkar (loop wire). Kemudian, sampel dicampur dengan 1 ml NaCl 0,9% suhu tubuh dalam tabung guna memperoleh se­diaan basah. Lalu, sampel diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x dan 400x. Penggunaan NaCl 0,9% suhu tubuh dianjurkan agar pergerakan trichomonad lebih jelas sehingga memudahkan proses identifikasi. Mikroskop yang digunakan sebaiknya jenis fase-kontras. Bila yang digunakan mikroskop cahaya, kon­denser diturunkan atau diafragma agak ditutup agar lebih kontras. Diagnosis ditegakkan jika ditemukan trichomonad yang bergerak disertai sel radang dalam jumlah banyak terutama jenis leukosit poli­morfonuklear.
Tes Whiff dilakukan dengan menambah kan KOH pada duh vagina. Bila positif, akan tercium bau seperti ikan busuk yang menandakan adanya amin. Tes itu berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding bakterial vaginosis. Pemeriksaan pap smearyang biasa digunakan untuk skrining kanker serviks, juga dapat membantu mendiagnosis trichomoniasis, namun sensitivitasnya hanya 60-70%.
Kultur menjadi standar baku emas dalam menegakkan diagnosis trikomoniasis. Sensitivitasnya mencapai 95%. Akan tetapi, hasil kultur perlu waktu yang lama. Oleh karena itu, kultur biasanya dilaku­kan bila pada pemeriksaan mikroskop negatif (tidak ditemukan trichomonad motil) sementara pH vagina meningkat (>4,5) dan gejala klinis mengarah ke trikomoniasis. Media kultur adalah Feinberg-Whittington atau Diamond yang telah dimodifikasi. Hasil kultur positif bila jumlah inokulum minimal sebanyak 300-500 trikomonad/ml.
Metode diagnostik lain adalah rapid diagnostic test dengan menggunakan DNA probe dan antibodi monoklonal. Sensitivitas dan spesifisitasnya 90% dan 99,8%. Pemeriksaan mikroskop dengan sampel duh penis atau urin pada pria umumnya sulit karena hasilnya sering negatif. Oleh karena itu, diagnosis trikomoniasis pada pria biasanya berdasarkan empiris atau, bila perlu, kultur.
Pengobatan1
Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemikSecara topical, dapat berupa :
1.       Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidroge peroksia 1-2% dan larutan asam laktat 4%.
2.       Bahan berupa suppositoria, bubuk yang berupa trikomoniasidal.
3.       Jel dan krim yang berisi zat trikomoniasidal
Pengobatan secara sistemik menggunakan Metronidazol atau tinidazol yang menjadi obat lini pertama dalam pengobatan trikomoniasis. Pada wanita, dosis diberikan sebesar 2 g oral, dosis tunggal. Dosis alternatif adalah 500 mg, 2x/hari, selama 7 hari. Dosis alternatif diberikan pada kasus dimana pasien tidak menunjukkan respon yang baik pada pemberian dosis tunggal. Bila setelah 7 hari pengobatan, tidak mendapat hasil optimal (gejala me­netap), ulangi pengobatan dengan dosis seperti pada pengobatan pertama selama 7 hari. Bila pasien tidak juga sembuh setelah dilakukan pengobatan ulangan, dapat diberikan metronidazol 2 g oral, 1x/hari, disertai metronidazol suppositoria 500 mg pervaginam setiap malam selama 3-7 hari.
Bila infeksi trichomonad terjadi berulang atau menetap bahkan ketika pasangan seksualnya telah berhasil diobati, maka pasien tersebut mungkin mengalami resistensi terhadap metronidazol. Pengobatan yang dapat diberikan pada kasus resistensi adalah dosis maksimal metronidazol 2-4 g/hari selama 10-14 hari. Beberapa studi melaporkan tinidazol mempunyai keefektivitasan yang cukup baik dalam mengobati kasus resistensi, sayangnya obat itu lebih mahal.
Preparat metronidazol pervaginam tersedia dimana-mana, namun hanya dianjurkan pada infeksi yang sukar disembuhkan, dan bukan sebagai pengobatan primer pada trikomoniasis. Metronidazol dalam sediaan gel tidak dianjurkan dalam terapi trikomoniasis sebab tidak dapat mencapai kadar terapeutik pada uretra dan kelenjar-kelenjar perivagina. Selain itu, angka kesembuhan sediaan gel kurang dari 50%.
Pada wanita hamil, penelitian membuktikan adanya hubungan antara infeksi trichomoniasis dengan komplikasi pada kehamilan dan janin seperti ketuban pecah dini dan bayi dengan berat lahir rendah. Konon, pendapat lama tidak menganjurkan pemberian metronidazol pada wanita trimester pertama masa kehamilan. Akan tetapi, stigma itu berubah. Saat ini, pengobatan dapat dilakukan pada seluruh masa kehamilan karena tidak menunjukkan efek teratogenik. Dosis pada wanita hamil dianjurkan dosis tunggal 2 g daripada dosis terbagi. Bayi yang menunjukkan gejala trikomoniasis atau dengan kolonisasi urogenital yang menetap sesudah periode 4 bulan sejak kelahirannya, perlu diobati dengan metronidazol 5 mg/kgBB, oral, 3x/hari, selama 5 hari.Efek samping yang mungkin timbul berupa mual, neutropenia sementara (transient), waktu protrombin memanjang (pada pasien yang mengkonsumsi warfarin), dan flushing atau disulfiram like reaction (bila di minum bersama dengan alkohol).
Bila memungkinkan, periksa dan obati pasangannya. Hubungan seksual sebaik nya tidak dilakukan sampai pasien di katakan sembuh. Tidak lupa untuk memberikan konseling mengenai penyakit, pen­tingnya mematuhi pengobatan, dan pentingnya penatalaksanaan pada pasangan. Pasien diminta untuk datang kontrol 1 minggu kemudian untuk melihat hasil pengobatan.
Sebagian besar trikomoniasis dapat diobati dengan baik dengan metronidazole dengan angka keberhasilan 82-88%. Namun demikian, adanya keterkaitan erat antara penyebaran trikomoniasis dengan infeksi HIV menyebabkan semakin rumitnya penatalaksanaan dan penanggulangan infeksi tersebut. Maka tak heran, bila dalam penelitiannya, R. Scott McClelland menyimpulkan perlunya intervensi untuk mencegah dan mengobati trikomoniasis dan meningkatkan kesehatan vagina secara umum. Hal itu penting untuk mengurangi risiko infeksi penularan HIV pada wanita.

0 komentar:

Post a Comment