TB,Tuberkulosis Paru
Tuberculosis (TB) adalah sebuah penyakit infeksi yang marak di
Indonesia. Etiologinya adalah Mycobacterium tuberculosis. FYI, pertama
kali dia ditemukan oleh Robert Koch pada 24 Maret 1882. Sejak saat itu,
tanggal 24 dinobatkan sebagai Hari TB sedunia.
Infeksi TB di Indonesia cukup memprihatinkan. Berkat seringnya infeksi
TB di Indonesia, kita sekarang peringkat 3 dari seluruh dunia.
Kembali lagi ke TB, akan saya berikan ilustrasi. Suatu hari klinik
teman-teman kedatangan seorang pasien dengan keluhan batuk darah,
penurunan berat badan dan seterusnya. Teman-teman curiga ini TB. Namun,
perlu bukti yang menegaskan bahwa itu adalah infeksi TB, dan sayangnya
sulit sekali menangkap si kuman M. tuberculosis. Karenanya perlu
alternative untuk menangkap kuman tersebut, tidak sesimpel membelah dada
seseorang lalu mengambil bakteri-nya.
Patogenesis TB
Pertama-tama, bakteri yang beterbangan di udara lewat droplet diinhalasi
(dihirup) oleh manusia hingga akhirnya masuk ke alveoli. Di alveoli
tersebut, terdapat sistem pertahanan yang namanya makrofag. Bila sistem
imunnya kuat, basil tersebut akan dihancurkan. Sebagian besar memang
dihancurkan, namun sebagian kecil dapat bertahan hidup dan bereplikasi.
Ironisnya, sebagian kecil bakteri yang bereplikasi ini membalas dendam
saudara-saudaranya dengan membunuh makrofag tadi. Akhirnya, terbentuklah
yang namanya focus primer, atau tuberkel. Tuberkel terdiri dari kelim
limfosit, sel datia langhans, sel epiteloid dan nekrosis perkijuan.1
Ingat, pembentukan tuberkel = focus primer ≠
kompleks primer. Kemudian, si M. tuberculosis ini akan berjalan-jalan
melalui pembuluh limfe, dan selama mengalir di situ dia menimbulkan
radang, suatu istilah yang kita sebut sebagai limfangitis. Nantinya, M.
tuberculosis akan berhenti pada kelenjar limfe dan lagi-lagi menyebabkan
radang yang kita sebut sebagai limfadenitis. Ketiga ini (focus primer +
limfangitis + limfadenitis) kita sebut sebagai kompleks primer. Dengan
terbentuknya kompleks primer ini, tes tuberculin akan positif dan
aktiflah cell mediated immunity dalam mempertahankan tubuh.
Setelah terbentuk kompleks primer, barulah bakteri akan menyebar secara
hematogen (lewat pembuluh darah). Penyebaran lewat pembuluh darah ini
bisa berakibat sebagai occult hematogenic spread atau acute hematogenic
spread.
Occult (samar) artinya bakteri ini sudah menyebar ke seluruh bagian
tubuh kita, namun belum menimbulkan penyakit (tidak ada manifestasi
klinis). Kenapa tidak menimbulkan penyakit? Karena sel-sel imun kita
mengontrol si kuman TB agar tidak aktif, meski sudah singgah ke berbagai
organ-organ (remote). Penyebaran ini sporadic, lebih sering dan belum
bermanifestasi.
Bila kita sedang dalam keadaan imunosupresi (co: kemoterapi, penggunaan
kortikosteroid, HIV), aktiflah si kuman TB ini dan terjadilah penyakit.
Penyebaran kuman TB yang menimbulkan penyakit dan disebut acute
hematogenic spread tadi. Bila dia menginfeksi organ terjadilah
disseminated primary TB (TB Primer).
“Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus
perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah
kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.”2
masa inkubasinya (dari inhalasi sampai terbentuknya kompleks primer)
2-12 minggu. Dari 2-12 minggu inilah, tes tuberculin sudah mulai bisa
dipakai. Kalau kurang dari dua minggu, tentu hasil tes tuberculin
negative. Kalau lebih dari dua minggu? Belum saya tanyakan…
Lalu penderita kompleks primer TB akan terbagi menjadi:
1. Infeksi TB Terinfeksi, tapi tidak sakit
2. Sakit TB Terinfeksi dan sakit (menimbulkan gejala)
Bila suatu saat penderita infeksi TB mengalami penurunan daya tahan,
jadilah dia sakit TB. Sakit TB, dengan segala komplikasinya, bisa
menyebabkan kematian. Untungnya, pengobatan TB sekarang sudah cukup maju
sehingga bisa disembuhkan. Ruginya, semaju apapun pengobatan TB, tetap
saja bakteri TB di tubuh kita tidak bisa mati semuanya. Dia hanya dorman
dalam tubuh. Apabila pertahanan tubuh kita menurun, akan terjadi
reaktivasi, atau apabila ada imigran M. tuberculosis lagi yang
menginfeksi kita, bisa terjadi reinfeksi. Reaktivasi maupun reinfeksi
bisa menyebabkan sakit TB (lagi).
Diringkas lagi, hanya sebagian kecil bakteri TB yang bisa bertahan
menghadapi pertahanan tubuh. Jika bertahan hidup, maka akan terbentuk
kompleks primer. Sebagian tetap berada di stadium infeksi, sebagian
kecil mengalami sakit TB. Nah, harusnya penyakit TB jarang bukan?
Anehnya, TB tetap banyak (di negara kita, terutama).
Kalau teman-teman lihat, yang membedakan antara infeksi dan sakit TB adalah sudah terlihat kelainan klinis dan radiologis.
“Cari peluang. Jangan tunggu peluang mengetuk pintu rumah anda. Bisa jadi, anda tidak sedang berada di rumah” – Saya lupa siapa
Uji Tuberkulin
Diagnosis pasti untuk TB adalah dengan kultur Lowenstein-Jensen, hasil
positif bila 10-62%. Yang diperiksa adalah sputum (dahak). Pemeriksaan
mudah dilakukan kepada orang dewasa, saat diminta berdahak dia bisa
melakukan. Namun kepada anak-anak… lebih sulit. “Kalo anak-anak, disuruh
berdahak malah *memperlihatkan ekspresi nyengar-nyengir*”, kata
dokternya. Intinya anak-anak gak kooperatif dalam pemeriksaan sputum.
Lantas bagaimana???
Bila kuman TB dianalogikan sebagai kucing dalam karung yang tertutup,
ada tiga cara agar kita tahu yang didalam itu adalah kucing: (1) udah
tahu dari awal, wong kita yang naruh kucing di dalam karung, (2) membuka
karungnya dan (3) buat kucing itu bersuara (“meeeong” bukan “groaaar”).
Pemeriksaan TB pun seperti itu, karena kita tidak etis bila harus
membelah dada pasien untuk mengambil TB (ingat, ini pasien anak lho),
buatlah TB itu ‘memberi tanda’ bahwa yang menginfeksi si anak itu adalah
TB. Gimana caranya? Manfaatkan respon imun dari si kuman TB tersebut.
Respon tubuh terhadap sang TB adalah hipersensitivitas tipe IV, yaitu
sebuah hipersensitivitas tipe lambat (DTH). Ada tiga varian DTH:
1. Hipersensitivitas kontak
2. Hipersensitivitas tipe tuberkulin
3. Granuloma
Hipersensitivitas tipe tuberculin menyebabkan timbulnya fenomena Koch,
terjadi pembengkakan yang terlokalisir, sebagai respon recall. Prosesnya
(bagan ada di slide 17): injeksi tuberculin mengaktifkan antigen
spesifik sel T dan menghasilkan IFN-γ induksi makrofag untuk
menghasilkan TNF-α dan IL-1 menginduksi sel endotel untuk
mengekspresikan ICAM-1 dan VCAM-1 Induksi ekstravasasi sel radang
(yang leukositnya keluar pembuluh darah itu lho) Edema local.
Dia injeksi intradermal ya, bukan subkutan, bukan intramuscular, bukan
pula intravena. Rasa disuntik intradermal itu sakit kok, kayak digigit
semut (MUTAN). Rasanya gimanaaa gitu, ada snut-snut panas-panas gitu
deh. Hasilnya dilihat dalam 48-72 jam setelah penyuntikan.
Seperti yang bisa dilihat kekuatan tuberculin ada 3. Yang paling sering
digunakan adalah intermediate, PPD RT23 dengan dosis 2-5 TU.
Cara kerjanya, ya itu tadi, intradermal. Tes ini dikenal sebagai Uji
Mantoux. Jangan ketuker ama ujian buat calon anak mantu ya. Selain itu
juga ada cara multiple puncture (heaf dan tine) dan patch test, namun
lebih sering Uji Mantoux. Dosis Mantoux 0,1 ml PPD intermediate
strength, di lengan bawah volar, pengukuran dengan penggaris (palpasi,
tandai, ukur), pelaporan dalam mm (disebut indurasi):
1. 0-5 mm: negative
2. 5-9 mm: meragukan
3. lebih dari sama dengan 10: positif
Interpretasi Hasil Mantoux
1. Positif
Bisa infeksi tanpa sakit (tidak bermanifestasi), infeksi DAN sakit,
sakit pasca TB. Bisa BCG kalau dilakukan vaksinasi dalam 3 tahun
terakhir, atau karena infeksi Mycobacterium atypic.
2. Negatif
Tanpa infeksi TB, anergi atau masih masa inkubasi. Anergi kalau dari web
itu adalah keadaan di mana sistem imun gak merespon, sehingga hasilnya
bisa false negative. Bisa ditemukan pada TB milier, TB meningitis,
penggunaan steroid yang lama, infeksi bakteri berat tertentu (tifoid,
difteria, pertusis), infeksi virus (morbili, varisela) bahkan bisa
keganasan (Hodgkin, Leukemia). Yang membingungkan adalah gizi buruk
ditulis sebagai salah satu penyebab anergi, tapi di bawah slide ada
tulisan “gizi kurang tidak menyebabkan anergi”. Mungkin maksudnya kalo
malnutrisi seperti obes atau busung lapar baru anergi, kalo hanya kurus
tidak menyebabkan anergi.
kalo ada pasien TB dewasa dan punya anak, segera lakukan uji Mantoux ke
anaknya. Kalo seorang anak yang TB, orang dewasa didekatnya diperiksa
dengan Rontgen (seharusnya dengan sputum juga).
BCG
Bacillus Calmette-Guerrin, or BCG for short, merupakan imunisasi untuk
TB. Imunopatogenesisnya adalah: membiarkan kuman yang dilemahkan untuk
masuk ke tubuh dikalahkan oleh sistem imun memori. Kalau secara
pathogenesis TB (gambar 1), dia tidak sampai hematogenic spread hanya
sampai terbentuknya cell mediated immunity (positif bila uji Mantoux).
Cukup sekali saja suntiknya. Berbekas atau tidak berbekas cukup sekali,
apalagi buat anak perempuan (masalah kosmetik). Biasanya anak perempuan
disuntik di paha agar tidak keliatan (makanya jangan pake baju terlalu
terbuka). Coba cek di badan teman-teman, mungkin bekasnya masih ada?
Bedakan bekas uji Mantoux dan BCG.
0 komentar:
Post a Comment