PENATALAKSANAAN DEHIDRASI & KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT



Pendahuluan
Komposisi cairan tubuh pada neonatus adalah cairan ekstraseluler 60% dan cairan intraseluler 30%
Komposisi cairan tubuh pada infant adalah cairan ekstravaskuler 29% dan cairan intraseluler 48%
Kebutuhan air dan elektrolit harian pada bayi dan anak :

Berat Badan Kebutuhan Air perhari 0 sampai dengan 10Kg adalah 100 ml/Kg BB. Bila berat badan11-20 kg maka 1000 ml + 50 ml /kg BB. Bila lebih dari 20 kg maka 1500 ml + 20 ml/kg BB. Sebagai contoh :

  1. Berat badan anak Anda 7kg maka kebutuhan cairannya adalah 7 x 100ml = 700 ml
  2. Berat badan anak Anda 16kg maka kebutuhan cairannya adalah (10 x 100 ml)+(6x50 ml) = 1300 ml 
  3. Berat badan anak Anda 30 kg (10x100 ml)+(10x50 ml)+(10x20)=1700 ml

Kebutuhan Kalium 2,5 mEq/ kg BB/hari. Kebutuhan Natrium 3 mEq/kg BB/hari

Dehidrasi

Dehidrasi, paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan umum terjadi pada anak-anak.Langkah pertama dalam tatalaksana anak dengan dehidrasi adalah menilai derajat (tingkat) dehidrasinya. Tingkat dehidrasi akan menentukan tingkat keparahan dari situasi dan volume cairan yang dibutuhkan untuk rehidrasi. Penilaian klinis dehidrasi hanya merupakan perkiraan; pasien harus dievaluasi ulang secara terus-menerus selama terapi. 
bagaimana tahapannya? cermati hal berikut

Approach to Dehydration
Anak dengan dehidrasi membutuhkan sebuah intervensi lebih lanjut untuk meyakinkan bahwa telah ada perfusi yang adekuat ke jaringan-jaringan. Fase resusitasi ini membutuhkan restorasi cepat untuk volume sirkulasi intravaskular. Pergantian cairan ini dapat dilakukan dengan cairan isotonik seperti normal saline dan RL. Anak tersebut diberikan fluid bolus biasanya dengan kadar 20ml/Kg dari cairan isotonis setiap diatas 20 menit. Anak dengan dehidrasi sedang biasanya tidak membutuhkan fluid bolus . Di lain pihak, anak dengan dehidrasi berat membutuhkan banyak fluid bolus dan mungkin butuh untuk menerima cairan dalam rasio yang lebih cepat. Resusitasi dan dehidrasi dihentikan bila anak telah memiliki volume intravaskular yang cukup. Ditandai dengan beberapa perubahan manifestasi klinis ke arah yang lebih baik.

Dengan volume intravaskular yang memadai, sekarang tepat untuk merencanakan terapi cairan selama 24 jam. Jumlah total air dan elektrolit ditambahkan bersama-sama, maka cairan yang tepat dipilih. Untuk pasien dengan dehidrasi isotonik, D5 setengah NS dengan 20 mEq / L KCl adalah cairan yang tepat. Untuk anak dengan berat kurang dari 10 hingga 20 kg dengan dehidrasi ringan, pengurangan konsentrasi natrium menjadi seperempat NS biasanya wajar karena defisit natrium kecil. Kalium biasanya tidak termasuk dalam infus cairan, kecuali hipokalemia signifikan hadir. Setengah dari total cairan yang diberikan selama 8 jam pertama; Sisanya diberikan selama 16 jam. Anak-anak dengan dehidrasi signifikan yang berkelanjutan harus menerima solusi pengganti yang tepat.

Mengawasi Perubahan konsentrasi 

Dehidrasi hiponatremik sering terjadi pada anak dengan diare yang minum banyak air atau cairan hipotonik atau diberi infus glukosa 5%. Hiponatremia dapat terjadi karena akumulasi zat terlarut non-elektrolit aktif glukosa yang menyebabkan perpindahan air intraseluler ke ekstraseluler. Hiponatremia hipotonik dapat digolongkan dalam dua kategori : 
- Hipovolemia adalah penurunan volume cairan atau penurunan volume arteri efektif
- Euvolemia adalah peningkatan air bebas dengan perubahan kecil Na-tubuh

Didebut dehidrasi hiponatremi jika lebih dari 120mmol/L. Gejala yang timbul antara lain disorientasi, letalergi, dan lemah pernafasan, sedangkan jika kadar lebih dari 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.  Perubahan yang teralu cepat dari hiponatremia (kurang dari 12 mEq/L/24hr) harus dihindari karena dapat beresiko terkena central pontine myelinolysis

Dehidrasi hipernatremik biasanya terjadi karena diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan, asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Kadar natrium lebih dari 150 mg/L disertai peningkatan osmolaritas serum lebih dari 295 mmol/L. Jika kadar Na lebih dari 165 mmol/L dapat timbul iritabilitas, anoreksis, ataksia, dan keram. Jika kadar Na lebih dari 180 mEq/L dapat menyebabkan coma dan kejang. 

Penatalaksanaan: 
1. Tentukan volume cairan ekdtraseluler
2. Hipetnaremia dengan volume meningkata dapat dilakukan dengan diuresis (misalnya: furosemide), dan pergantian urin dengan air (glukosa 5%)
3. Hipernatremia dengan volume normal terapi akut dengan penggantian air (glukosa 5%), evaluasi untuk kemungkinan diabetes insipidus
4. Hipernatremia dengan volume menurun 
Perkiraan jumlah air dengan rumus :
(o,6xBB) x [(Na serum/140)-1]
Koreksi volume dengan RA/RL, dan lanjutkan dengan cairan hipotonik.

Rehidrasi Oral

Ringan hingga sedang dehidrasi akibat diare dari setiap penyebab dapat diobati secara efektif dengan menggunakan sederhana, larutan rehidrasi oral (ORS) yang mengandung glukosa dan elektrolit. ORS bergantung pada transportasi ditambah natrium dan glukosa dalam usus. Terapi rehidrasi oral yang digunakan di banyak negara dan secara signifikan telah mengurangi morbiditas dan kematian dari diare akut dan diare berkurang terkait gizi buruk. Rehidrasi oral yang kurang dimanfaatkan di negara maju. Terapi rehidrasi oral lebih murah daripada terapi IV dan memiliki tingkat komplikasi yang lebih rendah. Terapi IV masih mungkin diperlukan untuk pasien dengan dehidrasi parah; pasien dengan muntah yang tidak terkendali; pasien tidak bisa minum karena sangat kelelahan, pingsan, atau koma, atau pasien dengan distensi lambung atau usus.

Terapi Rumatan
Bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan kecepatan rumatan 80ml/jam. Untuk anak dapat digunakan rumus 4:2:1
Misal : BB =25 kg
Infus = (4x10) + (2x10) + (1x5) = 65 ml/jam

Umumnya infus konvensional (RL atau NS) tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Fungsi Kalium : Kation utama intraselular, repolarisasi membran sel, neuro-autonomic, neuromuscular excitability, metabolisme protein, pelepasan hormon pertumbuhan, dan PH intraselular. Infus KA-EN mesuplai kalium sesuai kebutuhan harian. 

Hipokalemia
Sebanyak 26% pasien mengalami hipokaliemia selama rawat inap dengan kadar serum lebih dari 3,5mmol/L. Khususnya pada pasien dnegan diare, muntah, dan malnutrisi. Pemberian infus yang mengandung kalium 20 mEq/L umumnya diperlukan pada pasien rawat inap. Tanda deplesi kalium pada gastrointestinal adalah anoreksia, nausea, muntah, kembung, dna ileus, kemudian dapat disertai poliuria, malaise, paralisa pernafasan, dll. Ptaofisiologinya adalah kehilangan kalium melalui ginjal emningkat, dan kehilangan kalium berlebihan melalui feses. Penurunan kadar kalium serum 4 mEq/L menjadi 3 mEq/L menunjukan defisit kalium total 100-200 mEq. Sedangkan dibawah 3 mEq/L menunjukan defisit total 200-499 mEq. 
Syarat pemberian infus K+ 
1. Konsentrasi : lebih dari 40 mEq/L 
2. Kecepatan : 10 mEq/jam (bila kadar serum 2-3mEq/L) 
3. Jumlah : lebih dari 100 mEq/hari 
4. EKG monitor, periksa kadar K+ serum 
5. Urin: kurang dari 0,5 ml/kg/jam

Asidosis
Asidosis berkaitan dengan proses fisiologis yang menyebabkan penurunan PH darah. Manifestasi klinisnya antara lain hiperpnea (nafas dalam tak terputus). Penyebab penting asidosis pada neonatus antara lain hipovolemia, anemia, kehilangan bikarbonat melalui ginjal, gangguan metabolisme, dll.Pada neonatus dapat digunakan bikarbonat 4,2%

Terapi Intususepsi
Terapi harus dimulai dengan penempatan kateter infus dan selang nasogastrik. Sebelum intervensi radiologi diberikan, anak tersebut harus telah menerima resusitasi cairan yang memadai untuk mengoreksi dehidrasi parah yang sering kali disebabkan oleh muntah. USG dapat dilakukan sebelum resusitasi cairan selesai. Jika pneumatik atau pengurangan hidrostatik berhasil, anak harus dirawat di rumah sakit untuk bermalam karena harus dilakukan pengamatan adanya kemungkinan kekambuhan (risiko 5% sampai 10%). Jika belum sempurna, diperlukan pembedahan darurat. 

Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. 
Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.

0 komentar:

Post a Comment