10 Alasan Gagalnya Membangun Layanan Berkualitas
Pelayanan berkualitas adalah indikator kemajuan perusahaan
penyedia jasa yang diukur setiap tahun. Peningkatan loyalitas pelanggan
merupakan prioritas utama bagi kebanyakan perusahaan, karena bagi mereka indeks
kepuasan pelanggan memberikan hasil penelitian penting untuk perbaikan.
Menurut Harvard Business Review, peningkatan 1,3% pada
kepuasan pelanggan mempengaruhi peningkatan pendapatan sebesar 0,5%. Perusahaan
yang memimpin dalam pelayanan memiliki 12 kali profitabilitas dan pertumbuhan
9% lebih besar daripada penyedia layanan yang buruk. Bain & Co menemukan
bahwa peningkatan 12 poin dapat menggandakan tingkat pertumbuhan perusahaan.
Sementara itu, sebuah laporan oleh American Customer
Satisfaction Index membuktikan bahwa perusahaan terkemuka konsisten mengungguli
pasar. Pemimpin pelayanan pelanggan unggul 93% menurut survei yang dilakukan
oleh Dow, 20% menurut survei Fortune 500, dan 335% menurut Nasdaq.
Kualitas pelayanan adalah sebuah variabel kunci yang
strategis dalam usaha perusahaan berbasis jasa untuk memuaskan dan
mempertahankan pelanggan yang ada, sekaligus menarik pelanggan baru. Namun,
beberapa aspek pelayanan, misalnya yang berhubungan dengan aktivitas karyawan
dan sikap pelanggan, berada di luar kontrol para manajer. Akibatnya, kegagalan
dalam memberikan pelayanan prima pun tak terelakkan.
Kadang kesalahan terjadi dan segala hal mulai berjalan ke
arah yang berlawanan dengan tujuan. Jika demikian, diperlukan tindakan
pemulihan yang akan mengatasi permasalahan dan membentuk ulang kepuasan
pelanggan. Berikut adalah 10 alasan perusahaan gagal membangun pelayanan
berkualitas.
10 Alasan Gagalnya Membangun Layanan Berkualitas
Alasan pertama terletak pada sikap cuek atas keluhan
pelanggan. Perusahaan hanya terpaku pada hasil penjualan dan keuntungan. Hasil
survei hanya dijadikan laporan kepada investor tanpa perbaikan signifikan. Hal
ini terjadi karena pemimpin perusahaan selalu hanya berbicara tentang layanan,
tetapi tidak melakukan perubahan yang signifikan dan terus mengalami masalah
yang sama dengan pelanggan dan persaingan.
Alasan kedua adalah visi tanpa vitalitas yang sering kali
dialami oleh perusahaan penyedia jasa. Dengan mengumandangkan bahwa perusahaan
tidak perlu menjadi perusahaan terbesar, hanya menjadi penyedia layanan
terbaik. Tetapi, visi tersebut hanya menjadi moto perusahaan, tanpa ada rencana
atau tindakan menuju ke arah tersebut.
Alasan ketiga adalah akibat dari terlalu banyak menggunakan
pendekatan yang terlihat “mujarab” di perusahaan lain dan langsung
mengimplementasikan di perusahaan tanpa uji coba yang komprehensif. Seperti
salah satu CEO yang memutuskan untuk menggunakan Just in Time strategi produksi
perusahaan lain. Saat ia melakukannya
dengan cara yang sama persis, ternyata ia gagal. Akibatnya ia harus PHK banyak
orang, dan dalam waktu dua tahun ia kehilangan pekerjaannya.
Alasan keempat adalah salah fokus. Perusahaan hanya fokus
pada tagline pelayanan “customer first” yang terkesan diinisiasi karyawan untuk
menomorsatukan pelanggan, padahal karyawan tidak benar-benar menjiwai tagline
tersebut sehingga terkesan tidak konsisten. Hasil survei menyatakan 85%–95%
dari masalah pelayanan terkait dengan manajemen, bukan hanya karyawan.
Alasan kelima adalah sikap perusahaan yang hanya terlalu
sibuk akan keluhan pelanggan dan terpaut pada beberapa saran pelanggan yang
terlalu variatif hingga kehilangan arah dan tujuan, juga kewalahan. Mereka
tidak punya fokus dan berakhir dengan hasil penjualan negatif.
Alasan keenam adalah sikap sok tahu dan malas berinovasi.
Ini bahkan bisa menyebabkan sebuah perusahaan bernilai US$27 miliar stagnan
dengan harga saham yang rendah, keuntungan yang buruk, dan pertumbuhan negatif.
Mereka menolak bantuan luar dan berdalih memiliki tujuan strategis untuk
mementingkan komitmen kepada pelanggan, tetapi mereka tidak benar-benar
melakukannya. Setelah berusaha meningkatkan pelayanan selama satu dekade,
mereka tetap berada di bawah rata-rata industri.
Alasan ketujuh, pelatihan karyawan dianggap solusi dari
semua masalah perusahaan. Banyak pemimpin mengirimkan karyawan mereka untuk
kursus online, tetapi tidak pernah mencoba untuk meng-upgrade organisasi
desain, sistem, proses, atau kolaborasi lintas-departemen.
Alasan kedelapan, menganggap teknologi terbaru sebagai jalan
keluar dari semua masalah. Seperti terjadi pada salah satu organisasi ritel
yang menghabiskan jutaan untuk meningkatkan retensi pelanggan melalui teknologi
baru mahal, yang ternyata tidak membantu. Pertumbuhan penjualan mereka pun
terus ke bawah.
Alasan kesembilan adalah memiliki terlalu banyak konsultan
untuk semuanya, dari TQM, Six Sigma, Goal, ISO, Kaizen, dan berbagai pendekatan
lainnya untuk mendapatkan yang lebih baik. Sayangnya beberapa upaya ini jarang
dieksekusi dengan baik secara berkelanjutan. Karyawan hanya akan tenggelam
dalam pertemuan, pengolahan data, dokumen. Lalu, kapan karyawan dapat melayani
pelanggan?
Alasan kesepuluh, punya strategi besar tetapi gagal untuk
mencapai hasil yang diinginkan karena eksekusi yang buruk. Janji-janji
perubahan terkesan menjadi nasihat palsu, yang tentu saja menunjukkan kurangnya
integritas.
Untuk memenangkan hati pelanggan, perusahaan harus kembali
ke dasar-dasar yang berfokus pada memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan,
dan menghargai karyawan mereka. Pengusaha Ross Perot pernah berkata, “Habiskan
banyak waktu berbicara dengan pelanggan melalui tatap muka.
Iklan online yang harus digunakan untuk usaha
cermat mengelola keuangan usaha online
pemasaran online dengan memanfaatkan media sosial
yang harus diperhatikan dalam menarik pembeli
kualitas yang harus dimiliki manajer
Artikel menarik lainnya:
cermat mengelola keuangan usaha online
pemasaran online dengan memanfaatkan media sosial
yang harus diperhatikan dalam menarik pembeli
kualitas yang harus dimiliki manajer
0 komentar:
Post a Comment